KEKOMPAKAN

KEKOMPAKAN
Rapatkan barisan dan terus berjuang

Sabtu, 18 Desember 2010

Karakter: Bisakah Kita Merubahnya?

Berubah Untuk Menuju Kebaikan

Pernah lihat binatang koala?
Atau paling tidak, tahu tentu yang namanya koala.
Si koala ini adalah binatang khas dari Australia.
Dia tenar sekali disana karena bentuknya memang lucu dan mengemaskan. Coklat gelap warnanya dan wajahnya lugu banget gitu.
Si koala ini punya karakter pemalas. Menurut penelitian (& juga menurut sumber salah seorang teman saya), si koala adalah salah satu binatang paling malas di dunia ini.

Konon dia tidur 22 jam dalam sehari!
Huebat ya… Padahal dalam satu hari hanya ada 24 jam, dimana dengan kata lain, ya hanya 2 jam tok si koala bangun dan beraktifitas.
Dia hidup di batang sebuah pohon. Kalau mau makan pun dia malas bergerak dan hanya mau bergeser sedikit untuk mengambil makanan yang sudah tersedia saja di sekitar dia. Bergerak paling banyak dia lakukan hanya kalau sedang melakukan hubungan seks.
Itulah mungkin kenapa si koala kemudian mendapat titel sebagai binatang pemalas.
Ya memang begitulah karakternya… Mana bisa berubah lagi?
Tetapi bagaimana ceritanya kalau dengan karakter seorang manusia?
Apa masih berubah?
Dalam satu bulan belakangan ini saya banyak sekali mendapat kalimat yang sama dari waktu ke waktu terus-menerus, “Ya memang begitu kok karakternya. Mana bisa berubah lagi, Liz”
Dahi saya kok jadi berkerut ya.
Apa iya manusia itu bisa sama disejajarkan seperti seekor koala, yang nota bene masuk ke dalam spesies binatang, dan tidak bisa berubah?
Dahi saya tambah berkerut nih sekarang kayaknya…
Saya yakin tidak ada yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang manusia.

Yang dibutuhkan lagi-lagi hanya seonggok, segepok, segumpal keyakinan dan kemauan. Dan saya yakin semua pasti sudah pernah mendengar kalimat tersebut sebelumnya dalam beragam percakapan, dalam beragam artikel, dalam beragam hal.
Masalahnya sekarang seberapa besar keyakinan dan kemauan kita untuk berubah??

Kalau keyakinan dan kemauan itu cukup besar, rasanya tidak ada yang tidak mungkin.
Saya tidak percaya dengan kalimat tadi, ‘Ya sudah karakter. Mana bisa berubah lagi’. Menurut saya itu adalah sebuah alasan yang dangkal sekali.
Karakter pemarah, karakter pemalas, karakter tukang ngaret, karakter defensif, karakter pembohong, karakter pembual, karakter egois, karakter kompulsif, karakter penakut, karakter depresif, karakter manipulatif dan beribu-ribu karakter lainnya SEMUA BISA BERUBAH.
Saya berani mempertaruhkan semua milik saya untuk kalimat saya tersebut : semua karakter BISA BERUBAH.

Pertanyaannya ‘hanya’lah, mau tidak si manusia itu berubah?
Kalau sudah mau berubah, pertanyaan selanjutnya (& yang paling penting) mau tidak dia berjuang untuk berubah????
Perubahan bukan hal yang mudah dan dapat dicapai dalam waktu satu malam.

Saya pun tidak pernah bilang itu akan menjadi hal yang mudah serta cepat dicapai seperti orang makan cabai lalu langsung pedas.
Perubahan itu mungkin perlu dilakukan dengan usaha yang maha gigih sedikit demi sedikit, selangkah demi selangkah, setakar demi setakar.
(Saya menyadari hal tersebut dari pengalaman pribadi).
Kebayang sudah berapa puluh tahun mungkin si karakter telah mengendap dan mengalir lancar dalam diri.
Kebayang pula sudah berapa puluh tahun kita telah terbiasa menjalankan karakter tersebut.
Seperti kalau misalnya si koala yang juga sudah turun temurun dari nenek moyang begitulah adanya. Hal yang mustahil rasanya untuk merubah si koala.
Tetapi sekali lagi, apa iya kita sama sejajar dengan si koala?
Bagaimana kabarnya dengan atribut ‘kemanusiaan’ yang melekat pada manusia seperti otak, kepintaran, intensi dan kemauan bebas?

Apa tidak ada gunanya semua untuk menghasilkan keadaan yang lebih baik?
Banyak orang mengatakan ingin berubah dan akan berubah.
Tetapi tidak banyak orang yang benar-benar berjuang mewujudkan perubahan itu.
Setiap orang juga tentunya pernah kena teguran, tamparan dan bahkan cacian.

Tetapi tidak banyak orang yang bisa belajar dari teguran, tamparan dan cacian tersebut serta menjadikannya sebagai wake up call.
Mungkin dulu pernah ada penelitian atau percobaan yang ingin membuat si koala lebih aktif, lebih gesit dan lebih banyak bergerak (he3x… mungkin lho ya. Siapa tahu memang pernah ada penelitian atau percobaan itu).
Namun tampaknya tidak sukses tuh karena si koala tetap lah si koala.
Lalu bagaimana dengan kita?
Apakah kita tetaplah kita yang sama dablek-nya dengan si koala???
Atau kita masih bisa menggunakan atribut ‘kemanusiaan’ kita untuk berjuang dan berubah menghasilkan keadaan yang lebih baik?
Saya yakin kita bisa.
Saya pribadi berharap Yang Diatas terus membimbing saya (& kita semua) untuk menggunakan atribut ‘kemanusiaan’ yang ada dengan bijak.

5 Prinsip Mengikis Kenegatifan

Kikis sebelum membesar, Cegah sebelum datang

Diri kita diciptakan Tuhan dengan potensi kebaikan (nurani) dan keburukan (ego).  Tugas kita yang kemudian dipandu oleh para nabi, orang-orang besar, dan para pemimpin yang baik adalah mengoptimalkan potensi kebaikan itu dan meminimalkan potensi keburukan.  Memang mengikis kenegatifan bukan perkara mudah.  Sulit malah.  Ia menyangkut mengenali dan mengendalikan ego  yang luar biasa cerdasnya.

Sulit, tapi harus dilakukan. Kenapa?  Karena bila tidak, kesulitannya akan makin besar.  Dan itu jelas membuat kita makin kecil saja di hadapan kenegatifan itu.  Maka akan datang saatnya ketika potensi kebaikan kita sekarat.  Maka di saat ini, kenekatan pun terjadi.  Kita nekat untuk benar-benar berniat jadi negatif.  Bila ini terjadi, perbedaan kita dengan iblis pun setipis hembusan nafas.

Sebelum itu terjadi, mengikis kenegatifan menjadi penting untuk dilakuan terus menerus.  Maka lakukan langkah-langkah yang tepat dengan takaran yang cukup.  Maka kenegatifan yang membelenggu kita seperti : malas, menunda, berbohong, merokok, berjudi, minuman keras, mencandu pornografi, narkotika, kemarahan, kesedihan berlebihan, kesombongan, korupsi, dan sebagainya akan terkikis.

Saya memilih lima langkah dalam hal ini:

1. Niat Teguh

Segala sesuatu dimulai dari niat bukan?  Dan segala tindakan letak nilainya ada pada niatnya.  Maka niatkanlah untuk terus mengikis kenegatifan diri.  Saya buat rumus niat teguh sebagai berikut :  Niat Teguh = Keinginan * Kesiapan untuk Belajar * Kesiapan hadapi masalah apapun.

Rumus niat teguh ini terdiri dari tiga hal tersebut.  Dan dihubungkan dengan tanda perkalian, bukan penambahan.  Maksudnya ketiga hal itu harus ada.  Bila salah satu tak ada (nilainya nol), karena rumusnya dikali, maka nilai niatnya otomatis nol juga.

2. Keputusan Detail dan Jelas

Niat harus ditingkatkan jadi keputusan detail dan jelas.  Tanpa ini, niat akan mengambang.  Keputusan detail ini diantaranya:

· Kenegatifan apa yang akan dikikis?

· Akan lakukan perubahan drastis (sekaligus berubah) atau gradual (bertahap)?

· Daftar tindakan detail dan jelas.

· Orang-orang negatif mana yang akan kita tinggalkan?

· Situasi negatif mana yang menunjang terjadinya kenegatifan diri kita?

· Peralatan penunjang kenegatifan mana yang akan kita buang?

· Kapan semua hal itu akan dilakukan?

3. Melepas Kenikmatan Sekunder

Kenapa kita melakukan hal-hal negatif sampai hal-hal itu jadi kebiasaan?  Karena kita merasakan adanya kenikmatan.  Itulah kenikmatan sekunder.  Secara primer kita tahu itu salah dan negatif.  Tapi tindakan itu juga berikan kenikmatan.  Nah, karena kenikmatan ini lah maka kita melakukannya.  Maka sadari bahwa kenikmatan itu sekunder saja sifatnya.  Artinya, ada kenikmatan primernya.  Merokok itu nikmat.  Bila niat telah teguh untuk berhenti merokok, maka mulailah tidak menginginkan kenikmatan sekundernya.  Inginkan kenikmatan primer berhenti merokok.  Rasakan kenikmatan ketika anda berhasil tak tergoda untuk merokok.  Wuah, itu nikmat sekali lho… Kenikmatan yang berasal dari rasa kuasa atas diri anda sendiri.

4. Melakukan hal-hal positif

Tidak melakukan hal-hal negatif tidak cukup.  Biasanya tidak tahan lama.  Maka anda perlu lakukan hal-hal positif.  Untuk menggantikan kekosongan yang ditinggalkan oleh hal-hal negatif.  Beberapa waktu lalu, saya terlalu banyak nonton TV.  Untuk mengikisnya, saya lakukan langkah-langkahnya.  Saya berniat teguh.  Saya buat keputusan detail dan jelas.  Saya benci kenikmatan sekundernya.   Dan saya gantikan waktu nonton TV untuk lakukan hal-hal positif.  Main sepeda.  Membaca.  Tulis buku.  Main sama anak-anak. Dan sebagainya.

Ini berkaitan dengan syaraf di otak kita.  Sebuah pemutusan hubungan antara sel-sel syaraf akan permanen bila dibentuk hubungan baru.  Perselingkuhan akan benar-benar berakhir, bila selingkuh itu diakhiri dan dibangun hubungan sehat dan penuh cinta dengan pasangan (suami/istri) sah kita.  Bila hanya memutus perselingkuhan tanpa membangun hubungan sehat dan penuh cinta, maka akan terbentuk lagi hubungan selingkuh lagi.  Apakah dengan selingkuhan yang lama atau dengan yang baru.

5. Lakukan hal-hal Produktif

Langkah ini penting agar perubahan dan kebaikan kita konsisten.  Produktif beda dengan positif.  Produktif pasti positif.  Tapi positif belum tentu produktif.  Tiap pagi saya antar anak-anak ke sekolah.  Itu positif.  Tapi tak produktif.  Buat catatan di facebook positif.  Produktifkah? Pasti.  Maka prinsip ke lima ini penting.  Kemajuan berasal dari kegiatan produktif.  Tapi kegiatan produktif tak bisa kita lakukan bila kegiatan positifnya keteteran.

Semoga bermanfaat ya temans…

Mohon para pemimpin kita didoakan.

Agar membuat kebijakan yang positif dan produktif untuk rakyat miskin.

Tak Ada Menara yang di bangun dalam Satu Malam

Tak Ada Menara yang di bangun dalam Satu Malam

Suatu pagi yang cerah seorang petani berjalan melintasi perkebunan. Petani melihat banyak tanaman tetangganya telah tumbuh cukup tinggi. Lalu teringat bahwa tanamannya sendiri masih kecil pertumbuhannya. Agar tinggi tanamannya bisa menyamai milik tetangganya,sang petani menarik batang tanamannya ke atas satu demi satu hingga tampak lebih tinggi dari yang lain. Lega dan bangga petani tersebut melihat karyanya yang dianggap luar biasa. Tetapi keesokan harinya, bencana menghampiri sang petani,  semua tanamannya layu dan mati.

Pada masa kini seringkali saya jumpai banyak orang dengan segala cara ingin melampaui hasil yang dicapai orang lain. Seorang pelajar karena ingin mendapat nilai tertinggi akhirnya menyontek dengan cara yang super canggih, seorang penjual ingin mendapatkan keuntungan sebesar mungkin dengan cara ‘menipu’ konsumen, seorang leader networker  ingin mencapai posisi puncak dengan menyabotase jaringan temannya sendiri, seorang supervisor ingin dipromosikan dengan cara menfitnah atasannya sendiri, seorang ingin cepat dikenal dengan mencopy karya orang lain secara mentah-mentah, dan sebagainya. Salah jadi benar dan benar jadi salah.

Ketenaran, kekayaan, jabatan, penghargaan seringkali membuat orang lupa diri, serakah dan ujung-ujungnya menghalalkan segala cara demi mencapai ambisinya. Benarkah dengan cara seperti itu akan memperoleh sukses sejati yang penuh kebahagiaan?.

Barang siapa menabur angin, ia akan menuai badai. Barang siapa menabur kejahatan, ia pun akan menerima hasil buruk yang berlipat ganda. Hukum alam bekerja secara netral. Jika anda ciptakan sebab yang baik, akibat baik yang berlipat ganda pun akan anda dapatkan.

Banyak bisnis pada masa kini menawarkan jalan pintas meraih kekayaan berlimpah. Di media-media, terutama internet, saya menerima banyak sekali iklan penawaran cara kaya dalam waktu singkat. Hampir setiap bulan, saya membaca penawaran dari berbagai bisnis Network Marketing, mereka  menawarkan menjadi milyader hanya dalam hitungan bulan, bahkan dalam hitungan minggu. Kenyataannya yang sukses bisa dihitung dengan jari.

Benarkah ada Sukses Instan ? Apakah benar-benar ada jalan pintas mencapai sukses ? Saya balik bertanya, apakah ada anak manusia yang bisa lahir sempurna dalam 1 hari, 1 minggu, 1 bulan ? Adakah menara kokoh yang bisa dibangun dalam satu malam ? Jika jawabannya tidak ada, demikian juga kesuksesan tak ada yang instan.

Alam semesta begitu sempurna dengan hukum-hukum alam yang begitu teratur. Segala sesuatu di alam ini mempunyai siklus dan waktu untuk tumbuh berkembang menjadi sempurna. Kalau anda benar – benar ingin mempraktekan rahasia sukses , pembelajaran yang paling mudah bisa anda dapatkan pada cara kerja seorang petani. Bagaimana seorang petani mulai dari mengolah lahan hingga panen raya, itulah konsep berpikir yang harus anda praktekan. Ada lahan yang subur, bibit yang unggul, air, matahari, pupuk, perawatan secara konsisten, cuaca yang sesuai, musim yang sesuai dan lainnya. Jika semua itu serasi dan seimbang, maka akan terjadi panen raya. Hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan nyata, jika semua faktor kesuksesan telah dijalankan secara benar, pasti kesuksesan Sejati akan anda peroleh.

Bagaimana Cara Anda Menyelesaikan Masalah?

Dua pendekatan dalam melihat suatu masalah

Dalam pengalaman saya bekerja dan berinteraksi dengan banyak orang, saya amati ada dua tipe orang dalam menghadapi masalah atau problem, baik di pekerjaan maupun kehidupan sosial. Dua tipe ini adalah reactive (bereaksi begitu masalah datang) dan receptive (mau menerima masalah).

Pendekatan Reactive

Mereka yang reactive biasanya melihat suatu masalah sebagai ancaman. Entah ancaman terhadap karirnya, bisnisnya, keluarganya, dan sebagainya. Dalam kelompok ini Anda mencari solusi terhadap masalah dengan menggunakan pendekatan logis dan tradisional. Ciri-cirinya:
  • Begitu masalah datang Anda cenderung segera mencari cara apapun untuk mengatasinya.
  • Masalah dilihat sebagai faktor penghambat perkembangan diri.
  • Anda akan segera menyusun strategi untuk menghadapi masalah
  • Karena masalah dilihat sebagai ancaman, dia akan mendominasi pikiran dan cenderung menyebabkan kecemasan dan stress.
Apabila Anda bekerja di perusahaan, barangkali Anda pernah diminta untuk memimpin suatu proyek dimana Anda bertanggung jawab untuk mencapai target tertentu. Disini Anda dihadapkan dengan situasi yang membutuhkan analisa, justifikasi, dan pemikiran logis dalan menghadapi tantangan atau masalah yang muncul. Anda akan berada dalam kondisi tertekan untuk memenuhi deadline. Bisa ditebak, Anda akan cenderung menggunakan pendekatan reaktif dalam menyelesaikan persoalan.
Pendekatan Receptive

Pendekatan ini biasanya dipraktekkan oleh mereka yang sudah menyadari bahwa masalah bukanlah ancaman tetapi justru konsekuensi yang timbul dari suatu kondisi yang kita ciptakan. Oleh karena itu kita mempunyai kekuatan untuk mengubah kondisi tersebut dari dalam diri sendiri. Anda mau menerima masalah dan pada saat yang sama membuat solusinya.Ciri-cirinya:

Ketika masalah datang, Anda mengenalinya dan menggunakan pendekatan:
  • Masalah merupakan kebalikan dari solusi. Ketika masalah muncul, Anda percaya saat itu juga bahwa solusinya sudah ada.
  • Anda fokus kepada solusi dari persoalan yang timbul, bukan pada penyebab dari masalah itu. Dengan demikian Anda mengambil alih kontrol dari dalam diri Anda sendiri, bukannya dikendalikan oleh keadaan di luar.
  • Masalah merupakan kesempatan untuk pengembangan diri. Anda melihatnya sebagai peluang untuk meciptakan realitas positif dalam hidup Anda.
Mau menerima masalah bukan berarti berdiam diri. Anda tidak ”kebakaran jenggot” tetapi mengenali masalah itu dengan tenang dan membuat diri Anda responsif terhadap semua yang Anda perlukan untuk mengundang solusi.

Contoh yang paling sederhana adalah ketika pasangan yang Anda cintai (misalnya istri, suami, atau pacar) sedang ngambek karena masalah sepele. Dengan pendekatan reactive, Anda hanya akan memperburuk keadaan dengan bertanya-tanya kenapa dia harus ngambek, menganalisa penyebabnya dan merasa kondisi ini akan mengancam keharmonisan hubungan Anda dengannya. Bukannya solusi yang didapat tetapi justru kecemasan dan kekhawatiran.

Dengan pendekatan receptive, Anda menerima dan menyadari bahwa pasangan Anda sedang marah. Anda fokuskan energi Anda untuk menciptakan kasih sayang yang pada dasarnya merupakan lawan dari kemarahan. Anda tidak larut terbawa suasana – mencoba mencari jawaban dari analisa kenapa dia jadi marah – tetapi mengambil alih kendali dari dalam diri sendiri, tetap berpikir tenang, dan menunjukan sikap positif dalam perilaku Anda. Anda akan rasakan bahwa berada dalam situasi ini justru membuat diri Anda berkembang. Anda membuat kualitas positif dari diri Anda muncul ke permukaan dan sudah menjadi hukum alam dengan bersikap seperti ini pasangan Anda niscaya akan berubah dari marah menjadi cinta.

Pendekatan receptive ini bisa Anda praktekkan di kehidupan bisnis, rumah tangga, dan sosial. Intinya Anda membangun keyakinan bahwa masalah tidaklah nyata sehingga Anda tidak merasa terbebani. Latih diri Anda untuk tidak reaktif ketika suatu masalah muncul. Fokuskan diri Anda pada lawan dari masalah, yaitu solusi, untuk menemukan kendali dan bukannya larut dalam masalah itu. 

Mental blok (sekedar motivasi bagi yang tidak berani memulai)

Klo kita jalan-jalan ke stasiun kita akan melihat sebuah kereta/sepur yg berhenti di depannya ada sebuah blok. Blok itu menjaga agar kereta tak melaju. Kereta yang bisa melaju lebih dari 100km/jam pun tidak akan bisa melaju kalau blok tersebut tidak di singkirkan. Kereta itu kalau sudah berlari mampu menghancurkan bis yang ditabraknya. Tapi selama blok itu belum disingkirkan kereta tak kan bisa apa-apa?

Yup. begitu juga diri kita . Kita punya kekuatan besar yang lebih dari kereta. Asal mental blok yang ada pada diri kita disingkirkan. Ya mental blok yang berupa ganjalan dalam hati atau pernyataan-pernyatan dalam diri seperti ini:

-apa saya bisa
-aah saya gak bakal bisa
-dia jelas bisa karena dia begini-begini kalau saya gak mungkin
-saya cuma orang biasa dll

Coba mari kita hilangkan itu. maka kita bisa berprestasi besar. Seorang perenang sebelum dia jadi atlit handal pasti dia mengalami belajar renang pertama kalinya. Kalau saja dia tidak menghilangkan mental bloknya."wah saya takut air",wah saya gak bisa renang takut tenggelam" pasti sampai sekarang dia tidak akan bisa renang.

Yup...coba kita singkirkan mental blok kita. Kita mau usaha ,belum usaha udah ada pikiran "ah nanti rugi",padahal bisa jadi kita bisa dapat 100jt per hari dari usaha kita,kenapa tidak di coba dulu.
Kita mau nikah,"ah nanti ribet gak bisa ngasih makan", padahal kalaukita nikah Allah kasih rejeki kita banyak. Yup

mari kita hilangkan mental blok kita. Jangan takut gagal,jangan takut kalah, jadilah lebih cepat dari kereta

Sabtu, 04 Desember 2010

Teknik Lobi dan Negosiasi

Komunikasi bisnis pada level komunikasi kelompok dan interpersonal dapat berlangsung dalam bentuk lobi dan negosiasi. Dua bentuk kegiatan komunikasi ini mewarnai kegiatan komunikasi bisnis yang dilakukan oleh para pelaku bisnis di mana saja untuk membela kepentingannya. Namun organisasi lembaga bisnis memiliki publiknya masing-masing yang berbeda juga kepentingannya maka lobi dan negosiasi menjadi penting
Lobi merupakan kegiatan yang berupaya agar segala sesuatu berjalan tidak melalui kekuasaan atau koersi melainkan melalui persuasi. Kegiatan lobi yang dilakukan perusahaan-perusahaan umumnya mempekerjakan para pelobi profesional atau juga mempekerjakan mantan pejabat pemerintahan Fungsi lobi adalah untuk melindungi kepentingan organisasi/lembaga bisnis dengan membuka komunikasi pada pihak pengambil keputusan. Ada 3 jenis lobi, yaitu sebagai berikut.
  1. Lobi tradisional yang menggunakan pelobi untuk mendekati pengambil keputusan.
  2. Lobi akar rumput, yang menggunakan masyarakat untuk mempengaruhi pengambil keputusan.
  3. Lobi Political Action Committee, yakni komite yang dibentuk perusahaan-perusahaan besar agar wakilnya dapat duduk di parlemen atau pemerintah.
Sedangkan negosiasi adalah pembicaraan antara dua pihak atau lebih baik individual maupun kelompok untuk membahas usulan-usulan spesifik guna mencapai kesepakatan yang dapat diterima bersama. Fungsi negosiasi adalah untuk menyelesaikan konflik kepentingan dan permasalahan. Ada 4 jenis negosiasi berdasarkan pendekatan dan gayanya, yakni (1) berorientasi bargaining, (2) berorientasi kalah-kalah, (3) berorientasi kompromi, dan (4) berorientasi menang-menang/ kolaboratif.
Baik lobi maupun negosiasi merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan keterampilan komunikasi. Keterampilan komunikasi tersebut mencakup mulai dari menulis, meneliti, mengilustrasikan sampai berbicara. Ini sejalan dengan apa yang dikatakan pakar komunikasi, apabila Anda ingin mengubah dunia maka Anda harus menguasai keterampilan berkomunikasi.
Teknik Lobi
Teknik melakukan lobi tidak lepas dari kegiatan lobi memberi informasi dan mempersuasi. Sebelum sampai pada persoalan teknis, kita membahas terlebih dulu 4 bentuk organisasi lobi. Keempat bentuk tersebut adalah (l) perhimpunan, (2) perusahaan perorangan, (3) yayasan, dan (4) koperasi. Masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Namun di Indonesia, kegiatan lobi belum terorganisasikan secara profesional, melainkan masih dilakukan oleh orang-per orang.
Tahapan lobi dimulai dari (1) pengumpulan fakta, (2) interpretasi terhadap langkah pemerintah, (3) interpretasi terhadap perusahaan, (4) membangun posisi, (5) melemparkan berita nasional, dan (6) mendukung kegiatan pemasaran. Dari dimensi hubungan manusiawi, teknik lobi tersebut adalah:
  1. menganalisis iklim;
  2. menentukan lawan dan kawan;
  3. mengidentifikasi kelompok kecil yang akan menentukan iklim opini;
  4. membentuk koalisi;
  5. menetapkan tujuan;
  6. menganalisis dan mendefinisikan penyebab kasus;
  7. menganalisis berbagai macam segmen khalayak;
  8. memperhitungkan media;
  9. mengembangkan kasus;
  10. menjaga fleksibilitas.
Secara lebih teknis langkah-langkah lobi dilakukan dengan (1) mengetahui motif-motif orang yang terlibat dalam lobi, (2) mewaspadai jebakan, (3) menetralisir sikap lawan, (4) memperbesar situasi media dan menyusun rancangan pendekatan media.
Teknik Negosiasi
Dalam menjalankan teknik negosiasi kita mengenal 4 pendekatan, yakni bargaining, kompromi, kalah menang dan menang merang. Namun yang paling ideal dalam kegiatan bisnis adalah negosiasi yang berorientasi pada situasi menang-menang”. Oleh karena selain berorientasi terhadap pemecahan masalah, juga berorientasi pada terpenuhinya kepuasan kedua belah pihak dan tercipta dan terpelihara hubungan jangka panjang yang harmonis. Dalam “menang-menang” pihak lain tidak dipandang sebagai lawan melainkan sebagai mitra bisnis.
Akan tetapi, tidak setiap situasi memungkinkan kita untuk melakukan negosiasi yang berorientasi pada situasi “menang-menang”. Ini terjadi manakala terjadi konflik kepentingan dengan pihak lain dan pihak lain berupaya menggunakan pendekatan negosiasi kalah-menang”. Selain itu, hubungan harmonis jangka panjang tidak diperhitungkan dan jika kita merasa cukup kuat untuk melakukan barganing.
Pilihan terhadap pendekatan dan gaya negosiasi bergantung pada situasi yang dapat dikelompokkan dalam 4 kategori:
  1. kerja sama vs kompetisi;
  2. kekuasaan vs kepercayaan;
  3. distorsi komunikasi vs keterbukaan;
  4. egois vs kepentingan bersama.